BERNAUNG DI BAWAH PETRUS: JEJAK LANGKAH CALON PEWARTA

🖋️ Penulis: Ona Kobo

“Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Jemaat-Ku.” (Matius 16:18)

Di atas bumi Pertiwi yang berselimutkan doa,
terpancang satu lembaga kecil, namun berjiwa besar: Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua,
Tempat kami belajar menjadi batu karang kecil
Siap menopang Gereja di masa depan.

Pagi belum membuka tirainya,
Namun lonceng sudah membangunkan nurani.
Jam lima, bukan semata rutinitas,
Tetapi persembahan awal bagi Dia yang memanggil: dalam keheningan kapel,
Kami mengenakan jubah doa,
Memeluk tubuh Kristus dalam Ekaristi,
karena “tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”. (Yohanes 15:5)

Kami ditempa, bukan hanya dengan buku dan teori,
Tetapi dengan militansi iman dan kekuatan moral yang hidup.
Kami diajar untuk tidak sekadar tahu ajaran, tetapi menjadi saksi:
Saksi kasih di tengah perpecahan,
Saksi harapan di tengah keterbatasan.

Tiga kali kami harus keluar,
Meninggalkan tembok nyaman dan bayang pohon di halaman kampus,
Masuk ke dalam dunia yang sungguh-sungguh haus akan kesaksian.

Magang Pastoral,
Di mana kami belajar menjadi gembala kecil
Berjalan menyusuri dusun dan gang-gang,
Menyapa, mendengar, menyembuhkan dengan doa, karena “menuai memang banyak, tetapi pekerja sedikit”. (Lukas 10:2)

Magang Wirausaha,
Di mana iman diuji bukan hanya di altar,
Tetapi juga di ladang kerja,
Belajar bahwa tangan yang tekun pun bisa memuliakan Tuhan
Sebagaimana Yesus sendiri bekerja sebagai tukang kayu.
Kami menyadari bahwa menjadi pewarta juga berarti bertahan, berkreasi, dan memberi dari keringat.

Magang Sekolah,
Tempat kami mencintai anak-anak dan remaja
dalam pelajaran dan teladan,
Mewartakan Kristus lewat papan tulis,
Membimbing dengan kasih, karena “biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku”. (Markus 10:14)

Setiap malam kami pulang, lelah namun utuh.
Karena di sini, kami tidak hanya dibentuk untuk mengajar, tetapi untuk melayani.
Tidak sekadar menjadi sarjana,
tetapi pelayan Injil.

Langkah kami dituntun oleh semangat Petrus,
yang pernah jatuh,
pernah menyangkal,
Namun akhirnya berdiri dan mengasihi:
“Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
(Yohanes 21:17)

Maka di balik nama kampus kami, terpahat harapan
Agar kami pun kelak dengan segala kekurangan,
tetap setia berdiri, dan berseru:
“Inilah aku, utuslah aku!”. (Yesaya 6:8)